Pengalaman Klien

20 Maret 2015 16:17
Sumber berita: Ibu Dewi (20 Maret 2015)

Hai… Nama saya Dewi, tinggi badan saya 160 cm, berat badan saya 102 kg. Ya, saya tahu saya bertubuh gemuk. Apakah baru hari ini saja saya tahu bahwa saya gemuk? Tidak! Saya sudah lama tahu. Apa yang saya lakukan setiap kali melihat cermin? Sebisa mungkin saya menyangkal bahwa bayangan yang ada di cermin itu adalah tubuh saya. Saya mengabaikan pesan penting dari cermin, yaitu bahwa ini adalah saatnya bagi saya untuk memberikan perhatian khusus pada tubuh saya.

 

Toh hari pernikahan  saya sudah berlalu, momok bernama pakaian pengantin sudah saya lalui. Siapa yang tidak ingin kelihatan cantik dan bertubuh indah di hari pernikahannya? Tapi saya sudah berhasil mengabaikan keinginan itu, dan saya masih baik-baik saja. Hingga akhirnya saya terbentur dengan sebuah kenyataan bahwa  selama saya tidak melakukan sesuatu untuk menggelontorkan lemak-lemak ini, saya akan sulit untuk punya anak. Mahluk kecil dan lucu yang selalu saya dambakan untuk hadir untuk memperindah rumah tangga bersama suami tercinta.

 

Apakah kenyataan ini membuat saya bersemangat untuk melenyapkan lemak-lemak ini? Belum! Ini hanya membuat saya terpuruk dan memenuhi kepala saya dengan sejuta tanya, “Apa yang harus saya lakukan?” Hari demi hari, yang tersisa hanya kebingungan tanpa upaya dan jalan yang jelas. Selain itu ada lintah besar yang menyedot semua akal sehat, yaitu hidup saya sendiri.

 

Semesta maha baik. Hari itu saya bertemu dan berbincang dengan seorang sahabat lama. Kepadanya saya membagi impian yang tidak pernah pudar sedikit pun dari lubuk hatiku. Impian yang membuat saya melihat hidup sebagai sebuah belantara harapan, yang entah dimana dan kapan dia akan tercapai, tetapi jika selama saya tetap hidup saya yakini hari itu akan tiba. Hari dimana saya akan menjadi seorang fashion conselor dan pemilik butik. Saya lupa bahwa sekedar hidup saja tidak cukup untuk bisa membuat impian terwujud. Diperlukan upaya!

 

Seperti burung Phoenix yang harus mati untuk terlahir kembali. Perbincangan dengan sahabat saya ini telah membunuh impian saya sekaligus menghidupkannya kembali. “Hm… Kamu ingin punya butik? Karena kamu suka dengan fashion dan kamu ingin menyarankan gaya berbusana pada orang-orang. Hah! Jujur saja, bahkan saya sebagai sahabat baikmu tidak akan pernah menginjakkan kaki di butikmu. Lihat saja bentuk tubuhmu! Siapa yang akan percaya dengan saran dari orang yang tubuhnya memakai pakaian sebagus apa pun tetap saja tidak kelihatan bagus.”

 

Jedarrr…! Perkataan itu bagai halilintar di teriknya siang. Jika sahabat saya sendiri tidak akan mempercayai saya, apalagi orang lain? Saya pikir saya adalah orang yang selalu menghidupkan impian saya, tapi yang terjadi adalah sebaliknya. Saya menjadi orang yang telah membunuh impian itu. Saya hanya bisa meratapi dengan kesedihan ketika divonis susah punya anak dengan tubuh berlapiskan lemak tebal seperti ini. Tapi terbunuhnya impian ini membuat saya tidak punya kekuatan untuk hidup.

 

“Seseorang bisa membantumu. Dia adalah seorang hipnoterapis kenalan saya, dia bisa membantumu untuk mengatasi masalah kelebihan berat badan. Cari tahu informasi lebih banyak tentang hal ini di www.AdiWGunawan.com. Ini website lembaga mereka.”

 

Saya pulang dengan harapan baru yang berdampingan dengan keraguan. Seharian saya merenenungkan pembicaraan kami. Lalu memutuskan untuk mengunjungi website tersebut dan mempelajari tentang metode Quantum Slimming. Setelah memenuhi pikiran saya dengan informasi yang cukup saya memutuskan untuk mengikutinya.

 

Akhirnya saya menghubungi Ibu Kristin Liu, yang ternyata adalah perancang dari metode ini. Pertemuan pertama sangat membuka pintu-pintu kesadaran saya. Betapa selama ini saya memperlakukan tubuh saya dengan tidak adil. Saya mencekokinya dengan berbagai makanan dan minuman manis hanya untuk menutupi kekecewaan saya pada hidup yang saya jalani.

 

Ah… saya belum menceritakan hidup saya. Di awal usia 20-an, ayah yang kami cintai meninggal tanpa persiapan mental dari kami. Saat itu tidak banyak pilihan yang tersedia untuk saya dan keluarga agar mempertahankan kelangsungan hidup kami. Toko peninggalan ayah harus tetap dijalankan untuk membuat pendidikan kami tetap berlanjut. Di antara tiga bersaudara sayalah yang harus mengalah dengan menenggelamkan impian saya ke dasar lubuk hati yang paling dalam. Saya mulai menjalankan hidup yang tidak saya inginkan, hanya untuk membuat keuangan keluarga baik-baik saja.

 

Toko dengan segala kegiatannya membuat impian untuk menjadi seorang penggemar fashion semakin jauh. Alih-alih saya bergelut dengan pernak-pernik indah para perempuan, saya justru harus berhadapan dengan ulah para salesman produk makanan ringan yang kasar. Ini membuat hidup saya tidak terasa manis. Sehingga saya harus memberikan rasa manis kepada hidup saya melalui minuman manis dan dingin. Saya bisa minum 6 botol minuman manis dalam sehari. Sayangnya saya tidak menyadari bahwa di balik minukman segar nan manis itu juga mengandung kalori yang berlimpah. Jika masing-masing botol mengandung 200 kalori, maka dalam sehari saya telah memasok 1200 kalori hanya dari minuman saja.

 

Padahal untuk bertahan hidup tubuh saya hanya membutuhkan 1800 kalori per hari. Saya juga merasa tidak puas dengan hidup saya, untuk itu saya memuaskan diri dengan makan hingga merasa kenyang. Makanan yang saya makan bukan hanya berporsi besar untuk membuat saya merasa kenyang, tapi juga makanan saya mengandung kalori yang banyak. Dengan pola makan seperti itu, sudah bisa dipastikan saya makan dengan kalori yang lebih besar dari yang tubuh saya butuhkan. Tubuh saya dengan sabar menyimpan kelebihan kalori itu menjadi lemak. Dan hari demi hari sya semakin gemuk dan semakin gemuk lagi.

 

Satu oleh-oleh luar biasa yang saya bawa pulang dari sesi pertama dengan Ibu kristin adalah sebuah pemahaman yang benar. “Apa beda antara ambisi dengan impian?” Ini adalah pertanyaan kunci saya yang jawabannya membuat hidup saya berubah.

 

“Ambisi didasari oleh perasaan takut jika tidak tercapai. Anda mengejarnya bukan karena Anda akan bahagia jika tujuan Anda tercapai, tapi karena Anda takut menderita jika tujuan Anda tidak tercapai. Sedangkan impian didasari oleh bahagia jika tujuan tercapai. Kedua hal ini mirip tetapi emosi di baliknya yang membuatnya berbeda. Ambisi diangkut dengan perasaan tertekan sedangkan impian diangkut dengan kebahagiaan.”

 

Ya, benar sekali. Dulu saya memiliki impian, tapi sekarang impian itu berubah menjadi ambisi. Dulu dalam pikiran saya selalu muncul gambaran-gambaran yang membahagiakan jika impian itu tercapai, sekarang pikiran saya dipenuhi kejenuhan dan rasa muak dengan hidup. Pikiran saya dihuni oleh perasaan kapan ini semua berakhir? Bagaimana memulai hidup yang saya inginkan? Bagaimana jika saya gagal di masa depan? Bagaimana jika hidup saya menjadi lebih buruk dari kondisi saya saat ini? Ini hanya segelintir contoh dari pikiran yang muncul. Dan saya yakin Anda sudah bisa melihat seberapa besar ketakutan saya akan masa depan.

 

Tapi hari itu berakhir sudah. Sepulang dari pertemuan pertama dengan Ibu Kristin, saya merenung dan memutuskan. Cukup! Cukup sudah ketakutan itu. Cukup sudah ambisi itu. Saya membakar ambisi saya hingga menguap semuanya. Phoenix tua telah mati terbakar dan lahirlah phoenix muda bernama impian.

 

Dan hey! Apa yang terjadi keesokan harinya? Sejak hari itu saya tidak pernah lagi mendambakan minuman manis. Tidak sekalipun saya mencoba untuk menahan diri untuk tidak minum. Karena dorongan untuk minum yang manis-manis sudah hilang. Saya tidak perlu bersusah payah untuk menahan diri. 

Bagaimana dengan makanan? Saya makan dengan lebih berkesadaran. Tangan saya tidak secara otomatis mengambil cemilan buruk lagi. Saat harus makan besar, saya makan dengan mempertimbangkan mana yang sehat. Jika masih lapar saya tinggal menjejalkan makanan yang mengandung kalori paling sedikit seperti sayuran.

 

Dan hal yang paling penting adalah tubuh saya sudah berhenti membesar. Dia tidak punya alasan lagi untuk membuat tubuh saya membesar. Dan bahkan bukan itu saja, pada minggu pertama saya sudah kehilangan 1,5 kilogram. Sekarang tinggal bagaimana saya membelanjakan tabungan lemak yang tersisa dengan melakukan aktivitas yang bermakna untuk mengejar impian saya.

Hal yang saya kagumi adalah bahwa Quantum Slimming bukan saja membenahi tubuh saya, tapi juga membenahi hidup saya melalui pengelolaan pikiran secara cerdas.

 

Para sahabat sekalian, Andakah orang berikutnya yang akan bertransformasi? Saya tidak tahu jawabannya. Andalah yang tahu. Satu hal penting yang ingin saya sampaikan adalah semuanya berawal dari diri sendiri. Selalu dari diri sendiri. Saya harap Anda cukup berani untuk mengawalinya.

 

Salam,

Dewi
 

Catatan:

Kisah ini dituliskan kembali oleh Kristin Liu berdasarkan pengalaman kliennya. Semua kisah yang ditulis sudah mendapat persetujuan. Nama dan identitas lainnya telah disamarkan untuk menjaga kerahasiaan klien.

_PRINT   _SENDTOFRIEND

Upcoming Events

Saat ini tidak ada agenda

Quantum Slimming
Photo Gallery
Penyerahan buku Quantum Slimming kepada Bapak Adi W. Gunawan dan Ibu Stephanie Sharing Product knowledge kepada Team Gramedia Ciputra World - Surabaya Sharing Product knowledge kepada Team Gramedia PTC - Surabaya Talkshow di Family Organic Weekend - Living World. Talkshow di Family Organic Weekend - Living World. Talkshow Quantum Slimming di Gramedia Tunjungan Plaza - Surabaya. Talkshow Quantum Slimming di Gramedia Tunjungan Plaza - Surabaya. Talkshow Quantum Slimming di Gramedia Tunjungan Plaza - Surabaya. Seminar untuk Karyawan Metro TV. Seminar untuk Karyawan Metro TV. Talkshow Gramedia Pondok Gede Talkshow Gramedia Pondok Gede Talkshow Gramedia Pondok Gede Kelas Seminar Kelas Seminar dr. Rika Menjelaskan Tentang Nutrisi yang Dibutuhkan Tubuh Suasana Kelas Foto Bersama Peserta, Tim NuMi dan Rekan Sejawat Ramah Tamah dengan Peserta Sebelum Kelas Suasana Kelas
Counter
Online1
Hari ini14
Kemarin81
Minggu ini307
Minggu lalu657
Bulan ini646
Bulan lalu2.676
Our Associates
Adi W Gunawan
Numi Center
Rumah Harmoni